titarsi ini akan berlangsung baik, jika pH larutan diatur antara 6,5 - 9,0. dalam larutan asam dapat terjadi perubahan kromat menjadi dikromat, sedangkan dalam larutan terlalu basa dapat terjadi pengendapan dari perak (I) oksida.
METODA VOLHARD
metoda ini digunakan jika larutan perak (I) nitrat dititrasi menggunakan larutan penetrasi tiosianat. endapan yang terbentuk. endapan yang terbentuk adalah endapan perak (I) tiosianat yang berwarna putih. kelebihan ion tiosianat dideteksi memakai indikator besi (III), mengahsilkan komplek Fe(SCN)2+ yang berwarna merah. titrasi ini dapat dilakukan dlam suasana asam kuat. metoda ini dapat dipakai untuk menentukan kadar ion halida. pada larutan ion halida, ditambahkan mula-mula jumlah tertentu perak (I) nitrat, selanjutnya kelebihan ion perak (I) nitrat dititrasi kembali memakai larutan tiosianat dan indikator besi(III). jika metoda ini diterapkan terhadap ion klorida, harus diketahui bahwa kelarutan perak (I) klorida sedikit lebih besar dari kelarutan perak (I) tiosianat. ini berarti bahwa endapan perak (I) klorida harus dipisahkan atau dilindungi agar tidak bereaksi dengan ion tiosianat. biasanya dilakukan cara yang kedua yaitu endapan perak (I) klorida dilapisi dengan nitrobenzen sebelum dititrasi dengan larutan tiosianat.
Argentometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan larutan baku sekunder yang mengandung unsur perak.
Larutan baku sekunder yang digunakan adalah AgNO3, karena AgNO3 merupakan satu-satunya senyawa perak yang bisa terlarut dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah endapan yang berwarna.
Dasar titrasi argentometri
adalah yang pembentukkan endapan tidak mudah larut antara titran dengan analit.
Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ionAg+
dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak
mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah
semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengani ndicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat dimana
dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianidat dan indikator
adsorbsi.Selain
menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan
metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.Ketajaman titik ekuivalen tergantung
dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant.
I. METODE-METODE TITRASI ARGENTOMETRI
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan
untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalamsuasana netral dengan larutan
baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai
indikator.Titrasi ini harus dilangsungkan dalam suasana netral atau sedikit
alkali lemah, dengan pH 6,5-9,karena pada suasana asam akan terjadi reaksi
pembentukan senyawa dikromat .
2. Metode Volhard
Metode
Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan iodida
dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat
berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat. Indikator yang digunakan adalah besi (III)
nitrat atau besi (III) ammonium sulfat .
3. Metode Fajans
Pada
metoda ini digunakan indikator adsorpsi, yang mana pada titik ekivalen,
indikator teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan
warna terhadap larutan, tetapi pada permukaan endapan.ada titrasi argentometri
dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung
flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan perubahan warna dari
kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna
sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi
yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan
termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi
adsorbsi ini dapat dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif
seperti flouroscein.
II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGENDAPAN
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat
dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan
akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut
dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat.
Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk
memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda
dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3. Pengaruh ion
sejenis
Kelarutan endapan akan
berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis
dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi
kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita
melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat
ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan
terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode
gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang
mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena
penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin
larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I-
membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah
dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal
ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini
akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion
kompleks
Kelarutan garam yang tidak
mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara
ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya
jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya
kompleks Ag(NH3)2Cl.
Argentometri
Argentometri merupakan titrasi
pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak.
Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Cl-, Br-, I-).
(Khopkar,1990)
Ada beberapa metode dalam titrasi
argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada
penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4
sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan
warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya
reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang
berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya
berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi.
Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya
terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus
diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi
kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik
ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk
kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam
titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi
dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard
ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak
nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai
contoh, dan kelebihannya
ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan
larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida
karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab
garamnya larut dalam keadaan asam.
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan
indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap
pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi
ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah
organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang
diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda.
Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan
agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang
tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan
terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan
perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X-
yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan
titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang
negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda.
Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka
larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih
jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning,
sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
perubahan diatas, yakni
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan
indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut
membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi)
dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator
adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya
agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga
harus dengan cepat.
(Harjadi,W,1990)
.
SUMBER : http://elollaily.blogspot.com/2012/12/titrasi-argentometri.html
http://mengenaikimia.blogspot.com/2012/03/argentometri.html