Apa yang tersirat dalam benak Anda, jika mendengar kata batubara? Sebuah bongkahan batu hitam legam, atau Anda membayangkan kepulan asap hitam keluar dari cerobong, atau bayangan Anda tertuju kepada pegunungan yang hijau kemudian rusak akibat pengerukan batubara? Apa yang Anda bayangkan memang nyata terjadi, dan memang seperti itulah sifat batubara, hitam dan merusak. Saya ingin berbagi cerita mengenai dampak buruk yang diakibatkan oleh batubara berikut pengolahannya.

Batubara merupakan sumber energi yang paling kotor di planet ini, batubara juga merupakan penyumbang utama gas rumah kaca penyebab pemanasan global di dunia. Indonesia merupakan salah satu produsen utama batubara di dunia, saat ini Indonesia merupakan pengekspor batubara terbesar kedua di dunia setelah Australia. Tahun 2011, total produksi batubara Indonesia mencapai 350 juta ton, lebih dari 80% nya diekspor ke luar negeri.

Sebut saja masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU Cirebon, mereka adalah saksi sekaligus korban. Betapa sejak proses pembangunannya, PLTU telah mengubah hidup mereka untuk selamanya, dimulai dari digusurnya ladang-ladang garam mereka di lokasi dimana PLTU kini berdiri angkuh, sampai hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan pinggiran pencari udang rebon , untuk bahan baku terasi. Sejak PLTU mulai dibangun, sejak itu pula berakhirlah era terasi Cirebon yang termasyur itu.
Setelah Cirebon, hal serupa menimpa Cilacap. Ketika saya berkunjung ke daerah ini, penduduk Cilacap menceritakan kisah yang lebih tragis tentang jejak kehancuran yang disebabkan oleh batubara. Sejak PLTU Karang Kadri Cilacap berdiri pada tahun 2007, sejak itu juga kualitas hidup masyarakat yang tinggal disekitar PLTU tersebut memburuk. Pada tahun 2009, penelitian kesehatan yang dilakukan oleh Greenpeace terhadap masyarakat yang bermukim disekitar PLTU Cilacap, menunjukkan hasil yang mencengangkan. Lebih dari 80% masyarakat yang tinggal disekitar PLTU Cilacap mengidap penyakit-penyakit yang terkait dengan pernafasan mereka, mulai dari ISPA, sampai ke radang paru-paru akibat terpapar debu batubara. Yang lebih menyedihkan adalah, lebih dari 80% anak balita yang tinggal disekitar PLTU, mengalami keterlambatan tumbuh-kembang dan mengalami berbagai penyakit yang disebabkan oleh kualitas udara yang sangat buruk di lingkungan mereka. Itu semua akibat tetangga mereka yang arogan, PLTU Cilacap.

Masyarakat di seluruh dunia yang menjadi korban dari bahan bakar terkotor di muka bumi ini, mulai berdiri, meminta tanggung jawab industri dan pemerintah mereka yang abai terhadap kelestarian lingkungan dan keselamatan rakyatnya. Masyarakat yang gagah berani di seluruh penjuru dunia mulai tegak menuntut hak mereka untuk hidup sehat dan bebas dari ancaman batubara yang mematikan.
Rakyat Indonesia juga harus tegak berdiri meminta pemerintah kita untuk segera melepaskan ketergantungan terhadap bahan bakar terkotor di planet ini. Masa depan yang aman dan sehat jelas hanya tinggal impian jika pemerintah terus melanjutkan kecanduannya yang berbahaya ini. Era batubara sudah berakhir, kini saatnya era energi yang tepat untuk peradaban modern, peradaban yang sehat dan bersih, peradaban yang akan ditenagai oleh energi terbarukan.
Sumber: Arif Fiyanto – Greenpeace Indonesia