Aliran air sungai merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Air bergerak turun melalui kanal sungai karena pengaruhgayagravitasi. Kecepatan aliran meningkat sesuai dengan kelerengan atau kemiringan sungai. Aliran air tidak saja lurus tetapi dapat pula acak (turbulent). Energi sungai meningkat sejalan dengan peningkatan kemiringan dan volume air karenanya mampu membawa muatan sedimen. Aliran sungai sangat fluktuatif dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Beberapa variabel penting dalam dinamika sungai adalah: (1) debit air (discharge), (2) kecepatan (velocity), (3) gradient, (4) Muatan sedimen (sediment load), dan (5) base level (level terendah sungai).
1. Debit (discharge)
Debit adalah jumlah air yang melalui
suatu titik tertentu dengan interval waktu tertentu. Biasanya diukur
dalam satuan meter kubik per detik. Debit aliran sangat bermanfaat untuk
mengetahui perubahan pasokan air ke tubuh sungai utama dengan melakukan
pengamatan sehingga diketahui datangnya air ke tubuh sungai apakah dari
aliran permukaan atau dari rembesan airtanah yang masuk kedalam kanal
sungai. Air tanah sangat penting karena menjamin kelangsungan air sungai
sepanjang tahun yang disebut sebagai sungai permanen (permanent
streams). Jika pasokan air sungai tergantung dari musim, maka sungai
kadangkala kering dan kadangkala terisi air sehingga disebut sungai
tidak permanen (intermittent streams).
2. Kecepatan
Kecepatan aliran tidak sama sepanjang
tubuh kanal sungai hal ini tergantung dari bentuk, kekasaran kanal
sungai dan pola sungai. Kecepatan terbesar terletak pada bagian tengah
kanal dan bagian atas dari bagian terdalam kanal yang jauh dari seretan
friksional pada bagian dinding dan dasar kanal (Gambar 4).
Pada sungai berkelok, zona kecepatan
maksimum berada pada bagian luar kelokan dan zona kecepatan minimum
berada pada bagian dalam kelokan. Pola ini sebagai penyebab penting
terjadinya erosi secara lateral pada kanal sungai dan migrasi pola
sungai (Gambar 5).
Kecepatan air mengalir secara
proporsional terhadap kemiringan kanal sungai. Tingkat kelerengan yang
besar menghasilkan aliran yang lebih cepat dimana biasa terjadi pada
sungai di daerah pegunungan. Lereng yang sangat curam mendorong
berkembangnya air terjun dimana air bergerak jatuh bebas. Pada
kelerengan landai, menghasilkan kecepatan lambat bahkan mendekati nol.
Aliran juga tergantung dari volume air. Volume semakin besar, maka
aliran menjadi lebih cepat.
gambar 4. Variasi
kecepatan aliran dalam kanal sungai alami terjadi pada posisi vertikal
dan horizontal. Friksi mereduksi kecepatan sepanjang dasar kanal dan
dinding kanal. Kecepatan maksimum pada kanal yang lurus berada pada
bagian atas dan bagian tengah dari kanal sungai (Hamblin &
Christiansen, 1995).
Gambar 5. Aliran pada kanal berkelok
mengikuti pola skrup. Air pada sisi luar kelokan terdorong lebih cepat
dibanding yang berada pada bagian dalam kelokan. Perbedaan kecepatan ini
bersama seretan friksi normal pada dinding kanal menghasilkan pota
skrup tersebut. Akibatnya erosi terjadi pada bagian luar kelokan dan
pengendapan terjadi pada bagian dalam kelokan. Hal ini menghasilkan
kanal yang tidak simetris (Hamblin & Christiansen, 1995).
3. Tingkat kelerengan sungai (stream gradient)
Tingkat kelerengan sungai yang lebih
curam biasa dijumpai di daerah hulu, sedangkan tingkat kelerengan sungai
yang landai biasa dijumpai pada daerah hilir. Penampang longitudinal
dari sungai dapat memperlihatkan kenampakan yang mulus, cekung, cembung
yang kemudian menjadi sangat datar pada bagian akhir sungai. Contoh
sungai yang berada di pegunungan Rocky memiliki tingkat kelerengan
50m/km sedangkan pada bagian hilir di sungaiMississippitingkat
kelerengannya hanya 1 atau 2 cm/km.\
4. Muatan sedimen (sediment load)
Air yang mengalir secara alamiah membawa
material menuju ke lautan. Kapasitas aliran sungai untuk mengangkut
sedimen meningkat 3 hingga 4 kali dari kekuatan kecepatan aliran semula.
Air mengalir merupakan penyebab utama erosi tidak saja mampu mengabrasi
dan mengerosi kanal tetapi berkemampuan besar membawa sedimen urai
hasil pelapukan. Didalam sistem sungai, sedimen terangkut dalam tiga
cara (Gambar 7.6.), yaitu:
1. Partikel halus terbawa dalam suspensi.
2. Partikel kasar terbawa melalui traksi (traction) seperti rolling, sliding dan saltation.
3. Material terlarut terbawa dalam larutan (dissolved load)
Gambar 6. Pergerakan muatan sedimen
didalam sungai dilakukan dalam berbagai cara. Lempung dan serpih terbawa
secara suspensi. Partikel yang lebih besar terbawa secara menggelinding
(rolling), menggeser (sliding) dan saltasi (Hamblin & Christiansen,
1995).
5. Base level (level terendah sungai)
Base level adalah batasan terendah sungai
mampu mengerosi hingga dasar kanalnya. Ini adalah salah satu kunci
didalam kajian aktivitas sungai. Base level perlu dievaluasi pada daerah
muara sungai dimana sungai masuk ke laut, danau atau lainnya.
Percabangan sungai tidak bisa mengerosi lebih rendah dari base level.
Base level sesungguhnya adalah permukaan
air laut (sea level) karena sesungguhnya energi sungai akan tereduksi
hingga nol ketika memasuki laut. Ketika permukaan laut yang tenang dapat
berubah, maka permukaan air laut dan base level akan berubah sehingga
penampang longitudinal berubah karena sungai menyesuaikan dengan kondisi
yang baru.